BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas antara lain adalah,
kebebasan berpendapat dalam UUD 1945 pasal 28 secara kontekstual memang menjamin kebebasan
berpendapat, akan tetapi kedudukannya tidak cukup kuat untuk melindungi hak-hak
ibu Prita ketika mengungkapkan komplain dan keluhan terhadap pelayanan medis RS
Omni Internasional di Tangerang. Di sisi lain, pasal tertentu dalam UUD 1945
juga menjamin hak-hak individu di dalamnya—staf dokter di rumah sakit
bersangkutan. Hal ini karena pasal-pasal dalam UUD 1945 diinterpretasi pada
tiap individu yang berbeda menjadi saling bertentangan dan tidak relevan.
Beragam perspektif yang terjadi seputar sidang kasus Ibu Prita Mulyasari versus
RS Omni Internasional membentuk public opinionyang variatif, beberapa
secara penuh mendukung ibu Prita bebas dari segala tuduhan dan menyalahkan
sikap agresif RS Omni Internasional, dan sebaliknya.
4.2 SARAN
Indonesia
merupakan negara hukum beserta hukum yang tersusun atas bermacam undang-undang
yang mengatur hubungan warganegara dan negara. Indonesia merupakan negara hukum
yang demokratis, dengan demikian adalah perlindungan terhadap kebebasan dan
perlindungan hak asasi manusia menjadi prioritas prinsip utama negara hukum
yang demokratis. Kasus Ibu Prita Mulyasari vs RS Omni Internasional menjadi
bukti nyata adanya cacat hukum di Indonesia. Hukum Indonesia menjadi cacat
karena kasus Ibu Prita Mulyasari menunjukkan
bahwa hukum di Indonesia tidak lagi transparan, tidak ada supremasi hukum, dan
tidak mengandung nilai-nilai perlindungan hak asasi manusia sebagaimana
dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28. Hukum Indonesia secara transparan
memihak yang kuat, tidak ada kedudukan yang sama di dalam hukum. Terbukti
dengan vonis bersalah terhadap Ibu Prita Mulyasari yang notabene powerless. Mungkin, akan lain
ceritanya jika yang menuliskan keluhan pelayanan medis sekaligus mantan pasien
RS Omni Internasional bukan Ibu Prita Mulyasari, melainkan Jusuf Kalla atau
putri Barrack Husein Obama. Jika demikian, sudah jelas RS Omni Internasional
bakal ditutup dengan konsekuensi nama baik dunia kedokteran Indonesia tercoret
dan jauh dari excellent with morality. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dunia kedokteran Indonesia, saat ini pantas
menyandang julukanExcellent with materialitas.
Begitulah.
Berkaitan dengan cyber crime tersebut maka perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Lebih berhati-hati dalam penggunaan atau penulisan
pada media internet atau dunia maya.
2. Kejahatan ini merupakan cyberstalking yang termasuk
dalam jenis cyber crime menyerang
individu makan perlu mempertimbangkan adanya cyber law yang jelas.
3. Penetapan UU ITE yang lebih jelas.
4. Mempertimbangkan penerapan alat bukti elektronik dalam
hukum pembuktiannya.
5. Harus ada aturan khusus mengenai cyber crime khususnya
di indonesia.
4.3 Kritik
Kasus
Prita ini seharusnya kita jadikan pelajaran untuk melakukan intropeksi diri
guna memperbaiki sistem hukum dan Undang-undang yang banyak menimbulkan
perdebatan dan pertentangan. Selain itu seharusnya pihak membuat undang-undang
hendaknya lebih jelas dan lebih teliti dalam memberikan sanksi sesuai dengan
aturan dalam UU yang berlaku. Hukum yang telah ada memang kadang kurang bisa
terima dengan baik dan menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan.
Pendapat Kelompok kami :
“ Berdasarkan keluhan-keluhan dari pasien
yang bernama Prita Mulyasari menurut kami wajar saja apabila Prita melakukan
penuntutan terhadap RS OMNI karena keluhanya juga tidak ringan, seharusnya RS
OMNI dapat mengatasi permasalahan tersebut sebaik mungkin untuk menjaga
kualitas RS yang berstandar internasional. Pasien Prita Mulyasari juga bersalah
karena telah melakukan pencemaran nama baik. Hukum belum bias adil dalam
menerima pendapat dari Prita yang ada pada pasal 28, bukan hanya Prita yang
seharusnya diberi hukuman melainkan keduanya dengan tuduhan RS OMNI tidak
melakukan pelayanan terbaik sedangkan Prita meluapkan emosinya dengan menulis
di surat elektronik yang berisi pencemaran nama baik. Wajar saja Prita
menuliskan keluhanya kepada surat elektronik, karena dari pihak RS saja tidak
menanggapi dengan selayaknya jawaban, wajar saja timbul kekesalan yang mendalam
karena rasa tidak puas, merasa dipermainkan, seandainya RS jujur setelah Prita
mengajukan keluhan kepada RS, tidak sampai hati Prita akan menulis di surat
elektronik. Ini mengenai moral juga, bahwa kejujuran itu sangat diperlukan agar
nantinya terdapat kesetimbangan hidup, damai dan tidak ada ricuh.”
DAFTAR PUSTAKA
- http://saralingkan.blogspot.com/2012/03/kasus-prita-mulyasari.html
- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tahun 2008.
- www.kompas.com
- Depkominfo: email Bu Prita bukan penghinaan, 4 Juni 2009.
- Kasus Bu Prita ditinjau oleh Majelsi Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia, 9 Juni 2009
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar